Waspadai Bahaya Laten Demam Berdarah
JIKA anda warga negara Indonesia, harap hati-hati jangan-jangan penyakit demam berdarah akan menghampiri. Memang demam berdarah masih dianggap sebagai momok yang
menakutkan. Kasus demam berdarah dengue (DBD) hampir terjadi setiap tahunnya. Apalagi jika diiringi oleh musim penghujan seperti sekarang ini. Tentunya kita harus mewaspadai akan penyakit yang satu ini. Mungkin saja anda akan terjangkit olehnya.
Dalam laporan Departemen Kesehatan (Depkes) disebutkan, penyakit yang disebarkan nyamuk aedes aegypti ini sudah menjadi masalah yang endemis di 122 daerah tingkat II, 605 kecamatan, dan 1.800 desa atau kelurahan. Sebab, setiap penyakit ini menyebar penderitanya meningkat drastis dan tidak sedikit yang akhirnya meninggal.
Ambil contoh di DKI Jakarta, berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta terungkap, bahwa penyebaran penyakit ini terjadi dengan 29.258 kasus. Hingga pertengahan Nopember 2007, angka kematian mencapai 79 jiwa, jauh lebih banyak dari tahun 2006.
Penyakit demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF), adalah penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus dengue.Infeksi virus dengue inilah yang merupakan penyebab infeksi demam berdarah di mana terjadi kebocoran pembuluh darah yang dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Umumnya penderita akan merasakan gejala demam mendadak tinggi 2-7 hari, sakit kepala, serta terasa nyeri pada otot, sendi, serta tulang. Pada hari ke 3 - 6 pada lengan, kaki dan menjalar ke seluruh tubuh, dapat terjadi pendarahan hidung, gusi, berak darah dan muntah darah, terjadi pembengkakan hati dan nyeri tekan, dan keadaan lebih parah dapat terjadi syok. Inilah bahayanya penyakit demam berdarah karena kekebalan tubuh kita akan ikut berkurang
Cegah Demam Berdarah Sejak Dini
Mencegah lebih baik daripada mengobati, mungkin slogan itu harus lebih dimaknai lagi. Karena bila kita bandingkan dengan kondisi rakyat Indonesia sekarang bahaya laten demam berdarah masih mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat kita lebih cenderung melaksanakan pencegahan demam berdarah bila sudah terlalu penting untuk dilaksanakan. Intinya harus ada kasus dulu baru masyarakat kita sadar akan bahayanya. Padahal bila penyebaran penyakit ini dicegah dari awal, mungkin akan meminimalkan penyebaran penyakit ini.
Bila negara tetangga kita Malaysia menanggulangi penyakit demam berdarah ini, dengan menciptakan nyamuk aedist aegyty yang sudah direkayasa genetik, sehingga akan menciptakan endemi nyamuk Edes aegypti mandul. Indonesia mempunyai cara tersendiri yaitu gerakan 3M (menguras, membersihkan dan mengubur) tapi tetap saja kesadaran masyarakat rendah sekali. Kalau sudah tetangga atau orang serumah sudah kena demam berdarah baru panik. Padalah semua bisa dicegah dengan langkah-langkah yang mudah asal teratur dilakukan oleh semua orang. Kita harus bisa mendisiplinkan diri untuk membasmi sarang-sarang nyamuk dan tempat bertelurnya. Membersihkan secara teratur bak mandi, dan mengubur barang-barang bekas.
Anehnya bahaya laten demam berdarah ini mungkin sudah mengakar, kita ambil contoh pada pencegahan dengan cara penyemprotan sebagian warga enggan kalau rumahnya disemprot, takut bau, keracunan atau alasan lain misalnya takut mengaganggu kesehatan. Ini semua keliru, padahal dengan dilakukan penyemprotan endemi penyakit ini akan dapat diminimalisir. Kalau penyemprotan memang memberatkan bagi sebagian warga, sebaiknya digalakan program 3M, toh kesehatan itu mahal. Selain peran serta masyarakat, pemerintah juga harus punya andil, jangan hanya memberikan pengobatan gratis. Penyuluhan mengenai penanggulangan penyakit ini mungkin akan lebih efektif.
Ironisnya, dalam mencegah dan mengobati penyakit demam berdarah ini masyarakat kita justru diarahkan pada sebuah paradigma, dimana pengobatan penyakit ini hanya perlu mengkonsumsi obat-obatan yang diproduksi korporasi farmasi multinasional. Padahal dengan menjalankan 3M saja sebenarnya penyakit ini sudah dapat diatasi.
Sebenarnya bukan hanya penyuluhan sosial yang efektif dilakukan, perubahan watak dan tingkah laku mayarakat memang diperlukan dalam hal ini. Jangan sampai penggalaan penmyakit ini hanya sekedar wacana yang “hangat-hangat tai ayam”.
Hendri Hidayat, lahir di Sumedang 4 agustus 1989. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis Essai dan karya sastra, Aktif dan bergabung sebagai aktivis di Unit Pers Mahasiswa Isola Pos dan komunitas Anak Sastra UPI. Hp. 085220953141
Dukung Ferdinaen Writer dalam Kontes Mobil Keluarga Ideal Terbaik Indonesia
0 Response to "Opini Hendri Hidayat"
Post a Comment