Puisi Ferdinan De J Saragih di SINDO 2

Minggu Seputar Indonesia, 22 maret 2009

Madu Setengah Jadi

Pada akhirnya aku kembali lagi

Diatas pulau bermain layaknya dulu

Sayang kau rogoh saku

Tak ada yang kubawa dalam kantong

Datar. Perut yang kuisi sepuluh tahun silam

Masih tersisa darah di serupa ranting

Kering peninggalan

Jangan kau sayangkan waktu kepergian

Telah banyak kujilat tanah

Untuk kumuntahkan di pulau ini

Serupa kotoran musang

Dipelataran kebun kopi kita dulu

Berisi biji kopi unggul

lalu kubuat madu itu menjadi-jadi

Setia Budhi, 2009

kehilangan

Kalong telah menjatuhkan

buah pada rumput

Semutlah yang berkerumun menikmati

Begitu pula kau

Telah kujatuhkan pada daratan

bukan punyaku

Sedihku beku diantara hari lalu

Kala hujan

Panas terik

aku tak lagi atapmu

Kutahu kesunyian bersamaku

Disela kesalahan

Sampai merenggutmu dariku

Serupa mutiara Yang kubuang

Di samudera lalu

Bandung, 2009

Bingkisan Hujan

Hujan membukakan lama tak kupunya

Kehangatan mata diiklaskan dalam gerimis

Selembut dentingan dia rebahkan

Sebuah laut dalam mata yang kedinginan

Hujan mengembalikan yang lama hilang

Melukis sebuah raga menawan tubuh

Seelok angin di sela terik mentari

Kubungkam keheningan suara

Kuhancurkan wajah memudar

Bersamanya aku menimbun gema

Terbang layaknya sepasang kupu-kupu

UPI, 2009

Perang

Diantara rumah dan tembok sunyi

Kau lontarkan gemersik peluru

Semua keras

Bersemayam dalam ketidakberdayaan

Haruskah kematian mengetuk pintumu

Haruskah kematian mengutuk jiwamu

Keegoisan telah mengubahmu

Menjadi hakim kematian

Mencuri hak Tuhan

Yang kutahu berabad-abad silam

Setia Budhi, 2009

Kusta dan Sajak

Bersabung gelisah di dadaku lama

Organ yang lama kupakai menconteng-conteng kata

Bersuara tanpa lelah di media-media

Meleleh habis oleh kusta yang lama tertanam

Serupa gulma di tanah subur

Bukankah tanganku serupa air di antara kemarau

Lalu daun-daun tumbuh tanpa kerontang

Hingga hati tak terbakar oleh api dunia

Sungguh aku tak dapat lagi membajak sawah

Mengukir patung, bahkan menulis sajak

Layaknya semusim lalu

Tinggal menunggu kemusnahan raga

Yang tak kutahu kapan

Bandung, 2009

Duka dan Bahagia

;Tua Gatuh

Adakah terang setelah gelap Begitu pagi setelah

Malam, dukaku terlalu berat

Tak terjamah olehku

Apakah lusa dukaku bahagia

Embun itu telah beranjak dan berhenti menetes

Dunianya telah berbeda, embun itu

Tak akan menetes lagi ucap mereka

Aku telah lama sadar akan manusia

Mengimaninya layaknya Tuhan

Kini iman itu lesu termakan duka

Menyelimuti seluruh jiwa yang lama terbuka

Semua telah terlambat saja

Namun apakah sia-sia

Jika aku menyerahkan bunga-bunga

Kepada embun yang telah tiada?

Bandung, 2009


Penulis: Ferdinaen Saragih

0 Response to "Puisi Ferdinan De J Saragih di SINDO 2"

Post a Comment