PUISI CHAIRIL ANWAR I

Tjerita Buat Dien Tamaela

Beta Pattiradjawane

jang didjaga datu datu

Tjuma satu

Beta Pattiradjawane

kikisan laut

berdarah laut

beta pattiradjawane

ketika lahir dibawakan

datu dajung sampan

beta pattiradjawane pendjaga hutan pala

beta api dipantai,siapa mendekat

tiga kali menjebut beta punja nama

dalam sunyi malam ganggang menari

menurut beta punya tifa

pohon pala, badan perawan djadi

hidup sampai pagi tiba

mari menari !

mari beria !

mari berlupa !

awas ! djangan bikin bea marah

beta bikin pala mati, gadis kaku

beta kirim datu-datu !

beta ada dimalam, ada disiang

irama ganggang dan api membakar pulau .......

beta pattiradjawane

jang didjaga datu-datu

tjuma satu

Sajak Putih

buat tunanganku Mirat

Bersandar pada tari warna pelangi

kau depanku bertudung sutra senja

di hitam matamu kembang mawar dan melati

harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba

meriak muka air kolam jiwa

dan dalam dadaku memerdu lagu

menarik menari seluruh aku

hidup dari hidupku, pintu terbuka

selama matamu bagiku menengadah

selama kau darah mengalir dari luka

antara kita Mati datang tidak membelah...

Buat Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,

dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!

Kucuplah aku terus, kucuplah

dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku...

1944

Persetujuan Dengan Bung Karno

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji

Aku sudah cukup lama dengan bicaramu

dipanggang diatas apimu, digarami lautmu

Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945

Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu

Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat

Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar

Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

1948

Doa
kepada pemeluk teguh

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh

mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci

tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk

remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

di pintuMu aku mengetuk

aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

Maju

Bagimu Negeri

Menyediakan api.

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas

Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai

Maju

Serbu

Serang

Terjang

Februari 1943

Mirat Muda, Chairil Muda

Dialah, Miratlah, ketika mereka rebah,

menatap lama ke dalam pandangnya

coba memisah mata yang menantang

yang satu tajam dan jujur yang sebelah.

Ketawa diadukannya giginya pada mulut Chairil;

dan bertanya: Adakah, adakah

kau selalu mesra dan aku bagimu indah?

Mirat raba urut Chairil, raba dada

Dan tahulah dia kini, bisa katakan

dan tunjukkan dengan pasti di mana

menghidup jiwa, menghembus nyawa

Liang jiwa-nyawa saling berganti.

Dia rapatkan

Dirinya pada Chairil makin sehati;

hilang secepuh segan, hilang secepuh cemas

Hiduplah Mirat dan Chairil dengan dera,

menuntut tinggi tidak setapak berjarak

dengan mati

-di pegunungan 1943, ditulis 1949

Biografi Penyair

CHAIRIL ANWAR. Dilahirkan di Medan pada 26 Juli 1922. Meninggal pada 28 April 1949 di Jakarta. Berpendidikan HIS dan MULO (tidak tamat). Bersama Asrul Sani, Rivai Apin dan lain-lain ikut mendirikan “Gelanggang Seniman Merdeka” (1946), kemudian ia menjadi redaktur “Gelanggang” (ruang budaya Siasat, 1948-1949) dan redaktur Gema Suasana (1949). Kumpulan puisinya: Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949), Deru Campur Debu (1949), Tiga Menguak Takdir (bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, 1950), Aku Ini Binatang Jalang (1986), dan Derai Derai Cemara.


0 Response to "PUISI CHAIRIL ANWAR I"

Post a Comment