PUISI CHAIRIL ANWAR II

Prajurit Jaga Malam

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?

Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,

bermata tajam

Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya

kepastian

ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini

Aku suka pada mereka yang berani hidup

Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

1948

Siasat, Th III,
No. 96
1949

Senja Di Pelabuhan Kecil
buat: Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut

menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946

Malam

Mulai kelam

belum buntu malam

kami masih berjaga

--Thermopylae?-

- jagal tidak dikenal ? -

tapi nanti

sebelum siang membentang

kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,

No. 11-12

Hampa
kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.

Lurus kaku pohonan. Tak bergerak

Sampai ke puncak. Sepi memagut,

Tak satu kuasa melepas-renggut

Segala menanti. Menanti. Menanti.

Sepi.

Tambah ini menanti jadi mencekik

Memberat-mencekung punda

Sampai binasa segala. Belum apa-apa

Udara bertuba. Setan bertempik

Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Dengan Mirat

Kamar ini jadi sarang penghabisan

di malam yang hilang batas

Aku dan engkau hanya menjengkau

rakit hitam

'Kan terdamparkah

atau terserah

pada putaran hitam?

Matamu ungu membatu

Masih berdekapankah kami atau

mengikut juga bayangan itu

1946

Aku Berada Kembali

Aku berada kembali. Banyak yang asing:

air mengalir tukar warna,kapal kapal,

elang-elang

serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;

rasa laut telah berubah dan kupunya wajah

juga disinari matari lain.

Hanya

Kelengangan tinggal tetap saja.

Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;

lebih lengang pula ketika berada antara

yang mengharap dan yang melepas.

Telinga kiri masih terpaling

ditarik gelisah yang sebentar-sebentar

seterang

guruh
1949

0 Response to "PUISI CHAIRIL ANWAR II"

Post a Comment