Puisi Faisal Syahreza

Puasa rindu 1

Bila waktu

Mungkin hanya

Tinggal

Sebatas sebilah

Pintu rumah

Yang di tinggal

Pergi

Jauh oleh si empunya kembara

Maka betapa rindu

Palawangan itu

lalu

Untuk

Menemukan

Penghuni rumah itu

Ia kemudian

Berpuasa.

Puasalah ia dalam derit-jeritnya

Ia menahan

Lapar angin mengusap

Setiap geraknya

Dan dalam tolakannya

Ia kemudian

Berpuasa

Menciumi tangan orang-orang

Sebagai

Kesetian yang sanggup diuji

Dalam celah kunci

Ia berpuasa

Dan tak mau selingkuh

Dengan kunci lainya

Dan akhirnya

Genap sudah

Kerinduan membuka

Lebar cakrawala

Sebagai mata yang menghimpun

Dari segala arah angin.

: waktu hanyalah menunggu, saat nanti berbuka

Mungkin, barangkali ada tangan yang kukenali.

2008

Puasa rindu 2

Aku akan

Menahan laparnya

Tubuh yang mengaku

Mencintaimu

Dengan segenap musim

Yang memaktub rindu

Dan aku akan

Tengadah

Ke arah langit

Yang menghujaniku

Dengan seluruh

Ketololanku

Sebagai perindu

Yang dilupakan angka-angka

Di kalender

Kemudian aku

Akan meminang

Karang dan ikan-ikan

Di dasar lautan,

Sebagai tanda

Begitu dalam

Rasa yang

Aku tanamkan

Sebagai risalah

Yang

Mengabarkan

Kesabaran

Sebagai kendaran,

Merindukanmu.

2008

Puasa Rindu 3

Kehilangan waktu

Di ujung

Musim yang siap

Menelan kita

Ke dalam peristiwa

Pedih menguras airmata

Maka segalanya

Kita ikhlaskan

Hati kita

Maupun jiwa

Sebagaimana

Daunan mengikhlaskan

Dirinya

Pada tanah

Sebagai makam

Terakhir

Yang bakal diziarahi angin

Rindu sedang bersemedi

Di makam itu

Terkubur

Sebagai tubuh dari masa lalu

Dan di langit

Yang putih bulu merpati

Hujan rintik

Menitip salam

: bertahanlah

Sampai waktu

Bukan lagi masalah

Yang mesti diributkan dan diperebutkan.

2008

Puasa rindu 4

Kepedihan

Hanyalah sungai

Yang membawa kenangan pada

Ibunya : lautan

Dengan segenap kisah

Yang penuh peluh

Tentang bagaimana lelahnya

Mencintaimu itu

Dan kesedihan hanyalah

Penjara

Bagi terpidana daun dan tetumbuhan

Yang ditingkahi hujan

Bila sore tiba juga

Menghapus

Duka ditinggal kekasih.

Bagaimana

Perasaan, bila

Harus berbicara

Soal ketegaran

Memasuki

Ruang tak diketemukan pun

Seseroang di sana yang kita kenal.

Kita akan terlempar

Pada padang kesunyian

: di jejak yang kita susuri

Kita terpenggal airmata

Sebagai orang sesat.

2008

Ziarah mata

Bolehkah

Aku pinjam matamu?

Akan aku pakai

Untuk bercermin

Menyaksikan diriku sendiri

Dari sudut ruang pandangmu

Seburuk apakah aku

Hingga kau enggan

Menyisakan cinta

Untuk kureguk

Barang setetes saja.

Ah mungkin, airmata

Telah lama menjenguk

Aku yang masih tunduk

Dalam sunyi ; menyaksikanmu

merajut malam begitu penuh kecemasan.

2008

Ziarah tangan

Tangan bukan

Terlahir sebagai penggenggam

Tapi sebagai penunjuk jalan,

Ke sana jalanku

: jalan menikung menuju rumahmu

Menyembuhkan luka-lukamu

Bisakah

Aku dan tangan

Tak saling berebutan?

Ketika kulihat

Airmata menetes di

Pipimu,

Siapa lebih dulu mengusap

Lembut sepasang lisung

Yang membenamkan.

2008

Ziarah dada

Aku baringkan

Tubuhku

Darah mengaliri

Ragaku

Bagai sungai

Yang melewati kampung-kampung

Dan bernujum di lautan

: ibu dari sungai-sungai

Aku anak yang kehilangan

Rupa, dan sulit

Menemukan wajahnya

Yang ceria.

2008

Faisal syahreza, Penyair Cianjur ini sedang merampungkan pendidikannya di UPI, Bahasa dan Sastra Indonesia. Puisinya tergabung di antologi sastra senja, SELALU ADA RINDU (2006, DKJ). Puisi dan cerpennya dimuat surat kabar daerah maupun nasional (Jurnal Nasional, Seputar Indonesia, Padang Ekspres, Lampung Post, Pikiran Rakyat, Suara Karya, Jurnal Sastra Lazuardi, Majalah Sastra Horison Dll) Kini bergiat di Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS UPI) dan Sanggar Sastra Remaja Indonesia, Horison.

0 Response to "Puisi Faisal Syahreza"

Post a Comment